SALAHSATU kisah natal yang dicatat alkitab ialah tentang para
tamu yang datang dari jauh untuk menyambut kelahiran bayi Yesus. Mereka adalah
Orang Majus yang kisahnya termuat dalam Matius 2:1-12.
TAMU DARI JAUH
Siapa Orang Majus itu? Tentu mereka bukan orang sembarangan.
Dari Injil Matius, kita tahu bahwa tamu dari jauh itu adalah kaum cendikiawan
dengan keahlian di bidang astrologi. Mereka pakar dalam ilmu perbintangan dan mampu
menafsirkan artinya. Pada masa itu ada kepercayaan bahwa bentuk, ukuran, kadar
kegemerlapan, dan posisi sebuah bintang merupakan tanda alam tentang
suatu peristiwa besar yang terjadi di dunia ini. Bintang yang mereka lihat itu
dipercayai sebagai tanda kelahiran seorang raja baru yang sangat istimewa. Oleh
karena itulah mereka ingin membuktikannya (ayat 1-2). Ilmu yang mereka miliki
ternyata bersesuaian dengan nubuat para nabi yang tertulis dalam kitab
keagamaan dan tersimpan di Yerusalem. Hal itu nyata ketika Herodes mengumpulkan
semua imam kepala dan ahli Taurat. Menurut mereka, Mesias akan lahir di
Betlehem (ayat 4-6).
Bukan itu saja, mereka juga memiliki cukup kekayaan untuk
bisa menyediakan waktu sekaligus membiayai perjalanan yang jauh, bahkan
memberikan persembahan yang mahal. Cukup beralasan jika kita menduga bahwa
mereka adalah raja atau setidaknya kaum bangsawan yang diutus raja untuk membangun
persahabatan dengan raja dari bagian dunia lain. Buktinya, mereka dapat leluasa
mendatangi istana Herodes di Yerusalem. Bukankah tidak sembarang orang bisa
memiliki akses untuk datang ke istana dan berdialog secara langsung dengan sang
raja (ayat 7-8)?
Apa tujuan tamu dari jauh itu? Orang Majus datang untuk
menyembah Raja yang baru lahir (ayat 2) sekaligus memberi persembahan untuk
sang raja (ayat 11). Ada dua sifat baik
yang patut kita teladani. Pertama,
kerendahatian mereka yang diwujudkan dengan kesediaan untuk datang dan
menyembah Yesus. Mereka menganggap Yesus sebagai Raja dan menunjukkan rasa
hormat yang sangat tinggi kepada-Nya. Tindakan Orang Majus ini hendaknya
menginspirasi kita untuk menyatakan
hormat dan kemuliaan kepada Yesus. Bukan hanya lewat kata atau lagu, tetapi
lewat sikap hidup yang menaati firman-Nya. Kedua,
kerelaan mereka untuk berbagi yang diwujudkan dengan pemberian persembahan.
Mereka memiliki hati yang rela untuk mengurangi jumlah perbendaharaan harta
mereka sebagai persembahan bagi Sang Raja.
Apa saja persembahan yang dibawa Orang Majus? Ayat 11b
menyebutkan persembahan itu terdiri dari: emas, kemenyan, dan mur. Secara
spesifik, Penginjil Matius menyebutkan hal ini bukan semata hendak menunjukkan
ketulusan si pemberi atau nilainya yang tinggi. Penyebutan persembahan tersebut
memiliki makna yang rangkap. Pertama,
secara spiritual persembahan
tersebut menunjukkan penghormatan kepada Yesus, Sang Raja surgawi yang lahir ke
dunia. Ia adalah Allah yang berkenosis. Kedua,
secara simbolik, kemenyan dan mur
merupakan benda-benda yang dipergunakan sebagai kelengkapan ibadah. Kedua benda
ini tidak pernah absen digunakan dalam ritual ibadah Israel di Bait Allah.
Kemenyan dan mur merupakan persembahan ukupan yang berbau harum dan disukai
oleh Tuhan sebagai Raja dari segala raja. Dengan demikian, nilai simbolik dari
kedua benda ini melebihi nilai ekonomisnya.
Ketiga, secara sosial, persembahan berupa emas
meruapakan sebuah hadiah yang dapat menjadi bekal hidup bagi Maria dan Yusuf.
Di kemudian hari, emas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dapat dijual untuk
memenuhi kebutuhan keluarga Yusuf dalam membesarkan Yesus.
RAJA YANG MEMBUKA DIRI
Judul perikop ini menurut
alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia ialah ‘Orang Majus dari Timur’. Tampaknya LAI hendak menggaris-bawahi
asal-usul orang Majus yang datang mengunjungi Yesus, yaitu dari belahan dunia
bagian Timur, suatu tempat yang jauh. Penekanan tentang asal-usul Orang Majus
tersebut didasari pemberitaan Matius yang memposisikan Orang Majus itu sebagai
representasi dari sekelompok umat manusia yang tinggal di bagian Timur dunia (Eropa?)
jika Israel sebagai titik pusatnya. Intinya, mereka adalah bangsa asing yang
bukan bangsa Yahudi. Hal ini hendak menunjukkan kepada pembaca dua hal yang
penting. Pertama, kelahiran Yesus
begitu istimewa sehingga layak untuk mendapatkan kunjungan, layak untuk
disembah dan layak pula untuk menerima persembahan yang bernilai. Kedua, hal ini juga menunjukkan bahwa
Yesus sang Raja yang Agung itu membuka Diri-Nya untuk semua orang, baik Yahudi
maupun Non Yahudi. Terlebih pada masa itu, ketika orang Yahudi sangat
menekankan statusnya sebagai bangsa pilihan Allah. Mereka memonopoli
keselamatan seakan-akan hanya untuk mereka, sehingga bangsa-bangsa lain tidak
mendapat bagian jika tidak menjadi Yahudi. Di sini, penulis injil Matius
membuka wawasan pembacanya bahwa Allah menyediakan keselamatan untuk semua
bangsa.
Jelaslah bahwa Yesus adalah Raja yang layak disembah dan
menerima persembahan. Ia adalah Sang Mesias untuk mereka yang dekat dan bagi mereka
yang jauh. Kelahiran-Nya merupakan penggenapan nubuat nabi Yesaya yang juga
dikutip dalam Matius 2:6, “Dan engkau hai
Betlehem, tanah Yehuda, engkau bukanlah yang terkecil diantara mereka yang
memerintah Yehuda, karena daripadamulah akan bangkit seorang pemimpin yang akan
menggembalakan umat-Ku, Israel.”
TAMU JAUH ABAD INI
Secara biologis, kita bukanlah orang Yahudi. Menurut kacamata
itu, kita juga adalah tamu dari jauh. Lantas, apakah kita akan berkecil hati?
Tidak! Sejatinya, Ia hadir bagi dunia sebagaimana ditulis oleh Yohanes, “Karena demikian besar Allah mengasihi dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan berleh hidup yang kekal” (3:16). Jelas bahwa Allah
menyediakan keselamatan bagi dunia ini melalui Anak-Nya. Siapapun yang beriman
kepada-Nya, termasuk Anda dan saya, dapat memperoleh keselamatan universal yang
dibawa oleh Sang Putera Allah itu.
Apa yang harus kita perbuat? Pertanyaan ini amat relevan,
kususnya dalam suasana Natal seperti saat-saat ini. Setidaknya ada dua jawab
atas pertanyaan itu. Pertama, bercermin
pada sikap Orang Majus, kita pun patut mengakui bayi Yesus sebagai Raja yang
baru lahir dengan membaktikan diri dalam iman kepada-Nya. Jangan takut ditolak
sekalipun kita bukan cendikiawan. Kedua,
selain datang untuk menyembah, Orang Majus juga memberikan persembahan berupa
emas, kemenyan dan mur. Tindakan orang
Majus ini hendaknya menginspirasi kita untuk mengelola setiap berkat Tuhan,
bagi diri sendiri sekaligus bagi sesama yang membutuhkan, dan utamanya ialah
bagi kemuliaan nama Tuhan. Jangan kuatir
disisihkan meskipun kita tidak sanggup memberi emas atau benda berharga.
Natal memang berisi kegembiraan bagi kita. Yesus telah lahir
dan menyelamatkan kita dari hukuman maut akibat dosa, dan Ia berjanji datang
kembali untuk memberi kehidupan abadi. Lebih dari itu, Natal sepatutnya adalah
ekspresi sikap hormat kepada Yesus yang diwujudkan dengan kerendahatian untuk
menyembah sekaligus kerelaan untuk mempersembahkan. Selamat Natal 2013 dan
Tahun Baru 2014. Tuhan memberkati. (ut)