Halaman

Jumat, 26 April 2013

[SBS-Net; 24 Maret 2013] "Selamat Datang, Penatua Baru"


Kisah Para Rasul 6:1-7

 24 Maret 1940 merupakan tanggal lahir GKI Djawa Barat. Waktu itu gereja-gereja Tiong Hoa di Djawa Barat mendirikan Thay Hwee (sinode) sebagai sebuah perhimpunan gereja-gereja Tiong Hoa di Djawa Barat. Dengan diikrarkannya penyatuan tiga Sinode GKI (Jabar, Jateng, Jatim) pada tahun 26 Agustus 1988 maka Sinode GKI Jabar menjadi Sinode Wilayah Jabar.

Pada 24 Maret tahun ini, GKI SW Jabar telah mencapai usia 73 tahun. Untuk menandai peringatan hari ulang tahun tersebut, di lingkup Sinode Wilayah Jawa Barat, dalam kebaktian Minggu 24 Maret 2013, secara serentak  dilayankan Peneguhan Penatua periode April 2013 sampai Maret 2016.

Mengawali langkah dalam periode pelayanan baru, saya mengajak kita sekalian melihat pengalaman gereja perdana yang tertera dalam Kisah Para Rasul 6:1-7. 

PERTUMBUHAN ANGGOTA DAN TANTANGAN GEREJA
Dua bentuk layanan gereja perdana ialah pemberitaan injil dan pelayanan meja berupa pembagian kepada janda-janda. Melayani sesama yang butuh pertolongan merupakan bagian dari hukum Tuhan yang tidak kalah penting dibanding dengan pemberitaan injil. Tuhan Yesus pernah mengatakan, “orang miskin akan selalu ada padamu.” Mereka adalah anak yatim piatu, para janda atau orang asing yang mengembara dan yang membutuhkan pertolongan (Yes 1:16-17). Adapun yang dimaksud janda adalah mereka yang usianya tidak kurang dari 60 tahun, hanya sekali bersuami, tidak mempunyai anak atau keluarga, dan hidupnya bergantung penuh pada Allah (Tim 5:3-16).

Ketika jumlah murid Kristus bertambah, timbulah sungut-sungut diantara orang-orang Yahudi berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Pertumbuhan gereja secara kuantitas ternyata diiringi persoalan penatalayanan. Solusi apa yang ditempuh para rasul terhadap fenomena itu?

PENATUA DIPILIH UNTUK MENJAWAB TANTANGAN PELAYANAN
Tidak meratanya pelayanan membuat sebagian anggota merasa kurang diperhatikan. Sementara itu, para rasul juga tidak bisa menggunakan waktu dan tenaga untuk terus melayani mereka, karena pasti menghambat pemberitaan injil. Situasi ini mendorong keduabelas rasul mengumpulkan para murid untuk memilih tujuh orang yang dapat dipercaya melayani orang miskin. Oleh karena itulah LAI memberi judul “Tujuh orang dipilih untuk melayani orang miskin”.

Para rasul memberi panduan bagi jemaat dalam memilih. Calon hendaknya memiliki tiga syarat, yakni: pribadi yang dikenal baik, penuh Roh dan berhikmat. Setelah seluruh jemaat menerima usul itu, mereka memilih: Stefanus yang penuh iman dan Roh Kudus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas, dan Nikolaus,  seorang penganut agama Yahudi dari Antiokia. Kemudian mereka menghadapkan ketujuh orang itu kepada para rasul untuk didoakan serta mendapatkan penumpangan tangan. Hal itu merupakan tanda pengesahan jabatan sekaligus pencurahan berkat.

Dengan ditetapkannya tujuh orang ini maka para rasul fokus pada tugas pemberitaan injil. Pada sisi lain, keterlibatan para penatua dalam pelayanan gereja ternyata sangat luar biasa. Pertama, para rasul dapat berkarya dengan leluasa sehingga Firman Allah makin tersebar. Kedua, jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak. Ketiga, ada sejumlah besar imam yang menyerahkan diri dan percaya. Keempat, secara implisit, persoalan pelayanan meja yang dilakukan sehari-hari berupa pembagian kepada janda-janda juga dapat merata tanpa pembedaan. Dengan begitu, tidak lagi ada sungut-sungut sehingga kehidupan berjemaat pun berjalan tenteram dan damai.

KETERLIBATAN JEMAAT DALAM PROSES PEMILIHAN PENATUA
Berdasar pengalaman gereja perdana di atas, kita dapat merefleksikan beberapa hal sebagai berikut. Pertumbuhan gereja adalah fakta yang patut disyukuri, sekaligus dikelola. Jemaat-jemaat GKI umumnya berlokasi di kota, sehingga mengalami pertumbuhan pesat karena banyak kaum urban yang menggabungkan diri menjadi anggota. Anggota jemaat dan masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap kinerja pelayanan gereja, yakni pelayanan yang prima, merata dan tidak membedakan. Penatua dipilih untuk menjawab tantangan pelayanan agar para pendeta dapat fokus pada pelayanan pemberitaan Injil. Meski Majelis Jemaat memiliki peran penting sebagaimana diatur oleh Tata Gereja, namun keterlibatan jemaat juga diperlukan proses pengambilan keputusan, utamanya untuk hal penting dan mendasar. Dapat dikatakan bahwa kekuatan gereja adalah pada jemaatnya. Pemimpin gereja sejati ialah mereka yang tidak mengabaikan anggota jemaatnya.

Bagaimana proses pemilihan penatua di GKI? Pemilihan Penatua di GKI melalui proses panjang dalam doa dan pergumulan bersama Tuhan serta melibatkan penatua maupun jemaat. (a) Majelis Jemaat membentuk Panitia Pemilihan Personalia  yang anggotanya terdiri dari penatua yang akan habis masa jabatannya agar tidak menimbulkan vested of interest. (b) Anggota jemaat diberi kesempatan untuk mengusulkan nama-nama Calon Penatua. (c) Panitia menyeleksi  nama calon yang diusulkan secara administratif keanggotaan, kemampuan, maupun teladan hidupnya. (d) Hasil seleksi panitia ditimbang kembali oleh rapat Majelis Jemaat (e) Setelah diputuskan oleh Majelis Jemaat, para calon dikunjungi untuk diminta kesediaannya. (f) Nama calon yang sudah menyatakan kesediaan diwartakan untuk didukung dan didoakan oleh jemaat. (g) Calon yang didukung jemaat dilengkapi dengan pembinaan-pembinaan. (h) Setelah melalui semua proses tersebut, Calon diteguhkan sebagai Penatua dan memulai pelayanannya.

Sekalipun demikian dalam kenyataannya hal itu tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang sempurna. Sesekali ada juga penatua yang tidak bisa menjalankan peran dan fungsi sebagaimana diharapkan. Namun setidaknya proses pemilihan penatua di GKI diyakini sebagai upaya yang sudah melibatkan Tuhan dan jemaat-Nya.

SELAMAT DATANG DAN SELAMAT MELAYANI
Jabatan Gerejawi adalah Pelayanan. Dengan demikian, Pejabat Gerejawi adalah seorang Pelayan (bukan Pejabat apalagi Penguasa). Dalam pemahaman GKI, pejabat gerejawi adalah Majelis Jemaat yang terdiri dari Pendeta dan Penatua. Khusus di Klasis Priangan, dilakukan pembedaan antara Penatua yang menangani pengajaran dan Penatua yang menangani kepelayanan (Diaken). Para pejabat gerejawi juga dipandang sebagai pemimpin yang melayani.

Dengan diteguhkannya para penatua maka pendeta dapat lebih leluasa melayankan firman. Untuk itu, tiap penatua patut mengarahkan diri pada Kristus dan meneladani sikap-Nya.  Keterlibatan penatua dalam pelayanan gereja diharapkan dapat menjawab pergumulan dan tantangan gereja secara organisasi, management, penatalayanan keuangan, maupun pelayanan langsung kepada anggota jemaat yang membutuhkan. Jika itu terjalin dengan pemberitaan firman yang dilakukan pendeta, niscaya pelayanan kasih kepada anggota jemaat maupun kepada masyarakat dapat berjalan serentak, merata dan tanpa pembedaan.

Teriring ucapan “Selamat Datang dan Selamat Melayani” bagi para penatua yang diteguhkan pada tanggal 24 Maret 2013, baik bagi saudara-saudara yang diteguhkan untuk periode pertama maupun saudara-saudara yang melanjutkan pelayanan pada periode kedua, dst.  Selamat karena anda dipandang sebagai pribadi yang baik, hidup dalam ketaatan kepada Tuhan Yesus serta pimpinan Roh Kudus, dan memiliki hikmat. Seiring dengan itu, juga disampaikan penghargaan serta ucapan “Terima Kasih” kepada para penatua yang akan mengakhiri pelayanan pada 31 Maret 2013. Soli Deo Gloria. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan!
Pdt. Ujang Tanusaputra
GEREJA KRISTEN INDONESIA
Jl. Pengadilan 35 - Bogor


Catatan:
Posting ini telah diterbitkan di SBS-Net (Selisip Berita Sinode Net) tanggal 24 Maret 2013
Lihat naskah PDF di sini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar